"Berbagi dengan Sesama, Meskipun Hanya Bisa Memberi Sedikit"

Rabu, 21 Maret 2012

Desaku


Mengenal Lebih Dekat Desa Tegalsari

Desa Tegalsari merupakan salah satu desa dari 13 desa yang ada di Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, Propinsi Jawa Tengah. Letak daerahnya berada di jalur lalu lintas pantai utara atau yang lebih dikenal dengan sebutan jalur pantura. Dari data yang ada, luas wilayah desa Tegalsari mencakup 487,792 Ha, dengan jumlah penduduk total 7457 jiwa (Laki-laki: 3710 jiwa, dan perempuan: 3747 jiwa). Terdiri dari 8 pedukuhan, yaitu dukuh Bleder, Tegalsari, Pulesari, Pungangan, Randu Kuning, Percil, Bulu, dan Siwatu. Masing-masing pedukuhan dipimpin oleh seorang kepala dukuh dengan sebutan “Bau”, sedangkan desa Tegalsari sendiri dipimpin oleh seorang kepala desa yang biasa di sebut “Lurah”. Sebagian besar warga desa Tegalsari bermata pencaharian sebagai petani dan karyawan pabrik.
Desa Tegalsari termasuk desa yang menjadi kawasan industri di Kabupaten Batang. Sebagai contohnya adalah keberadaan pabrik tekstil PT. Primatexco yang merupakan pabrik tekstil terbesar di Kabupaten Batang dan terbesar nomor 3 di Propinsi Jawa Tengah. Selain itu, desa Tegalsari juga merupakan daerah swasembada pangan. Hal ini di dukung oleh luasnya lahan pertanian dan perkebunan yang berada di desa Tegalsari.
Agama dan kepercayaan yang berkembang di desa Tegalsari di dominasi oleh Agama Islam, dan ada beberapa warga yang mempercayai keyakinan kebatinan atau aliran kebatinan. Kesenian khas yang berasal dari desa Tegalsari adalah kesenian sintren dan karawitan. Akan tetapi, memasuki akhir tahun 2000an kesenian tersebut sudah tidak dipertontonkan kembali kepada warga masyarakat desa Tegalsari. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya para tokoh pelaku seni tersebut karena sudah meninggal dunia. Selain itu, kurangnya minat para generasi muda untuk melestarikan kesenian lokal menjadi penyebab lain kesenian tersebut tidak ditampilkan kembali kepada warga masyarakat desa Tegalsari.
            Sejarah atau asal-usul nama desa Tegalsari menurut sesepuh desa adalah berawal dari zaman penjajahan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda. Pada saat itu pemerintah Hindia Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Herman Wiliam Deandles di tahun 1808 mempunyai 2 tugas utama. Tugas yang pertama adalah mempertahanakan pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris, tugas kedua yaitu memperbaiki tanah jajahannya di Indonesia. Untuk tugas mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris, Deandles mengambil langkah-langkah yang sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat Indonesia khususnya warga desa Tegalsari. Kebijakannya dengan membuat jalan raya dari Anyer (Jawa Barat) sampai ke Panarikan (Jawa Timur) yang melintasi daerah desa Tegalsari memberatkan warga setempat. Karena secara langsung masyarakat desa Tegalsari di paksa oleh pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan kerja rodi membuat jalan itu. Pada saat itu banyak warga yang mengalami kekerasan, paksaan, dan kekejaman pemerintah Hindia Belanda. Mereka dibantai dan dibunuh di sebuah tempat yang sekarang tempat itu digunakan sebagai kantor kelurahan desa Tegalsari. Perlakuan semena-mena dan kekejaman dari pemerintah Hindia Belanda itulah yang menjadi cikal bakal penamaan desa Tegalsari. Kata “Tegal” merupakan perubahan dari kata “Tegel” yang dalam bahasa Jawa berarti tega atau kejam. Sedangkan kata “Sari” mempunyai arti “isi” tetapi warga desa Tegalsari mendefinisikan arti isi itu sebagai isi hati atau kelakuan yang buruk bagi pemerintah Hindia Belanda. Karena telah memperlakukan warga desa Tegalsari dan bangsa Indonesia dengan kejam serta tanpa rasa kemanusiaan.

Narasumber  :
1. Bpk. Kasum (Pamong desa Tegalsari)
2. Bpk. Ponadi (Sesepuh desa Tegalsari) 
Penulis: Abdul Mukhlis

NB: Tolong bagi yang COPAS harap menyertakan sumber COPASANNYA ya.. Terima kasih..

Minggu, 11 Maret 2012

Rangkuman


Tugas Membaca Komprehensif
Reproduksi Bacaan: Rangkuman/ Resume
Nama   : Abdul Mukhlis
Nim     : A310110063
Kelas   : II A


Morfologi
Telaah Morfem dan Kata

A. Morfologi
Morfologi adalah bidang linguistik yang mengkaji dan mempelajari morfem serta kombinasi-kombinasinya (Kridalaksana, 1984: 3). Morfologi berasal dari bahasa Inggris morphology, yakni ilmu tentang morfem. Objek kajiannya adalah hal-hal yang berhubungan dengan bentuk kata atau struktur kata dalam bahasa.
B. Morfem dan Ruang Lingkupnya
Morfem berasal dari kata morphe dan ema (sebagai akhiran). Morphe berarti bentuk, sedangkan ema berarti yang mengandung arti. Dengan demikian, morfem merupakan satuan terkecil dalam kata yang tidak dapat dipisahkan lagi. Misalnya kata hujan, sangat, lebat, suara, petir, manusia, dan, yang merupakan sebuah morfem. Morfem pokok atau morfem dasar ditemukan dalam ujaran tersebut. Bentuk satuan lingual tersebut tidak bisa dipisah lagi menjadi bentuk yang lebih kecil. Apabila dipaksakan dipisah menjadi satuan yang lebih kecil, maka akan dihasilkan bentuk satuan lingual yang tidak mengandung pengertian. Penutur bahasa mengenal bentuk itu sebagai bentuk yang tidak fungsional di dalam bahasanya.
Ciri morfem adalah sebagai bagian dari ujaran yang mengandung pengertian. Ciri inilah yang menjadikan satuan lingual itu menjadi fungsional di dalam bahasa, jelas di sini bahwa sebuah morfem memiliki pengertian. Jika tidak terkandung sebuah pengertian, maka bentuk yang bersangkutan tidak termasuk morfem. Morfem dalam bahasa seringkali ditemukan berulang-ulang kehadirannya. Menurut Samsuri (1981) ada tiga prinsip pengenalan morfem. Pertama, bentuk-bentuk yang berulang yang memiliki pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama. Kedua, bentuk-bentuk yang mirip (susunan fonem-fonemnya) yang memiiliki pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama apabila perbedaan-perbedaan itu dapat diterangkan secara fonologis. Ketiga, bentuk-bentuk yang berbeda susunan fonemnya, yang tidak dapat diterangkan secara fonologis perbedaan-perbedaannya, masih bisa dianggap sebagai alomorf-alomorf daripada morfem yang sama atau mirip, asal perbedaan-perbedaan itu bisa diterangkan secara morfologis. Selanjutnya perhatikan beberapa contoh berikut agar memperoleh gambaran lebih lanjut mengenai morfem.
Motor : satu morfem (motor), Bermotor : dua morfem (ber; motor), Motor-motoran : tiga morfem (motor; motor; an), Yuma : satu morfem (Yuma), Kebangsaan : dua morfem (bangsa; ke-an).
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya morfem membentuk kata dasar, atau dengan kata lain morfem belum tentu kata sedangkan kata sudah pasti morfem.
Morfem dapat dibedakan atau terdiri atas tiga bagian. Diantaranya (a) morfem bebas, (b) morfem terkait, dan (c) morfem setengah bebas. (a) Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan memiliki arti. Contohnya: rumah, pulang, jatuh, pergi, kota, senang, takut, gerak, ibu, ilmu, aku, kita dan sebagainya. Sebagai morfem bebas sebuah tuturan atau ucapan mengandung makna leksikal. Morfem bebas tersebut dapat berupa kata dasar, dapat juga berupa pokok kata. Contoh: (1) Yang berupa kata dasar. Kata-kata ayah,minum,Yuma, kamu, mobil, dsb, merupakan kata dasar yang telah mengandung makna secara leksikal walaupun dibentuk oleh unsur atau morfem lain. (2) Yang berupa pokok kata. Beberapa morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan atau ucapan namun secara gramatik memiliki sifat kebahasaan, istilah tersebut disebut dengan pokok kata. Contoh: kata bermain: terdiri atas dua morfem, yakni ber- dan main. Dalam ujaran atau tuturan biasa bentuk “main” tidak pernah dipakai. Bentuk itu dinamakan pokok kata.
(b) Morfem terkait adalah morfem yang selalu melekat pada morfem lain atau dapat memiliki makna setelah bergabung dengan morfem yang bebas. Sebagai contoh: ber, ter, me, di, se, -kan, per, -an, -kan, i, dsb. Morfem terikat baru memiliki arti setelah mengaitkan diri pada morfem lain. Contoh: morfem “ber” tidak mempunyai makna, tetapi setelah bergabung dengan kata “main” menjadi “bermain” morfem ber- menjadi memiliki makna, “sedang melakukan aktivitas, yaitu bermain”.
(c) Morfem setengah bebas. Secara gramatik ada beberapa morfem yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi mempunyai sifat bebas seperti halnya morfem yang dapat berdiri sendiri atau morfem bebas. Morfem tersebut antara lain: pada, kepada, dari, daripada, tentang, sebab, karena, walaupun, meskipun, dsb.
C. Morfem dan Kata
Sebuah morfem dapat dibentuk dengan sebuah kata. Sebuah kata belum tentu selalu terdiri atas hanya satu morfem saja. Sebuah kata, mungkin juga dibentuk oleh satu morfem, dua morfem atau lebih. Dalam kalimat “Adik membuat motor-motoran” terlihat ada tiga kata dengan rincian sebagai berikut: adik (satu morfem), membuat (dua morfem, me- dan buat), motor-motoran (tiga morfem, motor, motor, dan –an). Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa kata “adik” merupakan satu kata yang hanya terdiri atas satu morfem (dalam hal ini adalah morfem bebas). Kata “membuat” merupakan satu kata yang dibentuk oleh dua morfem, yaitu morfem terikat me- dan morfem bebas buat. Kata motor-motoran merupakan satu kata (bentuk ulang berimbuhan) yyang dibentuk oleh morfem motor dalam bentuk ulang (dua morfem), dan morfem terikat –an sebagai imbuhan akhir (sufiks).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedudukan morfem tidak selalu sama dengan kata. Kadang sebuah kata berupa satu morfem (misalnya: adik-adik), kadang terdiri atas lebih dari satu morfem (misalnya: motor-motoran). Namun demikian, tidak semua morfem dapat disebut sebagai kata. Misalnya, me- dalam kata membuat adalah morfem (terikat), namun me- bukan kata.

            Sumber bacaan:
M. Rohmadi, dkk. 2010. Morfologi Telaah Morfem dan Kata. Surakarta: Yuma Pustaka.
Selengkapnya: http://sanglinguis.blogspot.com/

Sabtu, 03 Maret 2012

Sejarah Kab. Batang


ASAL USUL NAMA BATANG
Menurut kamus Kawi-Indonesia karangan Prof.Drs.Wojowasito, Batang berarti= 1. Plataran, 2. Tempat yang dipertinggi, 3. Dialahkan, 4. Kata bantu bilangan (footnote).

Dalam bahasa Indonesia (juga bahasa Melayu) berarti sungai, dalam kamus jawa- Indonesia karangan Prawiroatmojo berarti terka, tebak. Atas dasar arti kata tersebut diatas maka dalam hubungan alami yang ada dilokasi yang ada disekarang ini maka yang agak tepat adalah: plataran (platform) yang agak ketinggian dibandingkan dengan dataran disekitarnya maupun bila dilihat dari puncak pegunungan di sekitarnya juga bila dipandang dari laut jawa.

Menurut  legenda yang sangat populer, Batang berasal dari kata= Ngembat- Watang yang berarti mengangkat batang kayu. Hal ini diambil dari peristiwa kepahlawanan Ki Ageng Bahurekso, yang dianggap dari cikal bakal Batang. Adapun riwayatnya diungkapkan sebagai berikut:

Konon pada waktu Mataram mempersiapkan daerah- daerah peratanian untuk mencukupi persediaan beras bagi para prajurit Mataram yang akan mengadakan penyerangan ke Batavia, Bahurekso mendapat tugas membuka hutan Roban untuk dijadikan daerah pesawahan. Hambatan dalam pelaksanaan tesebut ternyata cukup banyak. Para pekerja penebang hutan banyak yang sakit dan mati karena konon diganggu oleh jin, setan peri prayangan, atau siluman- siluman penjaga hutan Roban, yang dipimpin raja mereka Dadungawuk. Namun berkat kesaktian Bahurekso, raja siluman itu dapat dikalahkan dan berakhirlah gangguan-gangguan tersebut walaupun dengan syarat bahwa para siluman itu harus mendapatkan bagian dari hasil panen tersebut. Demikianlah hutan Roban sebelah barat ditebang seluruhnya. Tugas kini tinggal mengusahakan pengairan atas lahan yang telah dibuka itu.

Tetapi pada pelaksanaan sisa pekerjaan inipun tidak luput dri gangguan maupun halangan-halangan. Gangguan utama adalah dari raja siluman Uling yang bernama Kolo Dribikso. Bendungan yang telah selesai dibuat untuk menaikkan air sungai dari Lojahan yang sekarang bernama sungai Kramat itu selalu jebol karena dirusak oleh anak buah raja Uling. Mengetahui hal itu Bahurekso langsung turun tangan, Semua anak buah raja Uling yang bermarkas disebuah Kedung sungai itu diserangnya. Korban berjatuhan di pihak Uling, Merahnya semburan-semburan darah membuat air kedung itu menjadi merah kehitaman “ gowok . Jw “ , maka kedung tersebut dinamakan Kedung Sigowok. Raja Uling marah melihat anak buahnya binasa. Dengan pedang Swedang terhunus ia menyerang Bahureksa. Karena kesaktian pedang Swedang tersebut, Bahureksa dapat dikalahkan. Siasat segera dilakukan. Atas nasehat ayahandanya Ki Ageng Cempaluk. Bahureksa disuruh masuk kedalam Keputren kerajaan Uling, untuk merayu adik sang raja yang bernama Dribusowati seorang putri siluman yang cantik. Rayuan Bahureksa berhasil. Dribusawati mau mencurikan pedang pusaka milik kakaknya itu, dan diserahkan kepadanya. Dengan pedang Swedang ditangan, dengan mudah raja Uling di kalahkan, dengan demikian maka gangguan terhadap bendungan sudah tidak pernah terjadi lagi. Tetapi bukan berarti hambatan-hambatan sudah tidak ada lagi.

Tenyata air bendungan itu tidak selalu lancar alirannya. Kadang- kadang besar, kadang- kadang kecil, bahkan tidak mengalir sama sekali. Setelah diteliti ternyata ada batang kayu (watang) besar yang melintang menghalangi aliran air. Berpuluh puluh orang disuruh mengangkat memindah watang tersebut, tetapi sama sekali tidak berhasil. Akhirnya Bahurekso turun tangan sendiri. Setelah mengheningkan cipta, memusatkan kekuatan dan kesaktiannya, watang besar itu dapat dengan mudah diangkat dan dengan sekali embat patahlah watang itu. Demikianlah peristiwa ngembat watang itu terjadilah nama Batang dari kata ngem Bat wa Tang (Batang). Orang Batang sendiri sesuai  dialeknya menyebut “ Mbatang. ”
Melihat uraian dari sumber lisan atau legenda tersebut, kita dapat memperkirakan sejak kapan ini terjadi.
Persiapan Mataram untuk menyerang Batavia adalah pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, tahun 1613 s/d 1628. Penyerangan pertama ke Batavia adalah pada tahun 1628, ambillah persiapan itu sedini- dininya, yaitu awal pemerintahan Sultan Agung, maka hal itu terjadi pada tahun 1613.

Betapa mudanya nama Batang ini terjadi dan dikenal. Majalah Karya Dharma Praja Mukti pernah memuat sesuatu tulisan kiriman Kusnin Asa, disitu disebutkan bahwa nama  Batang  dikenal pada jaman kerajaan Majapahit, sebagai suatu kota pelabuhan. Nama Batang berasal dari kata BATA-AN. Bata berarti batu, dan AN berarti satu atau pertama.

Menurut Bp. Suhadi BS, BA dalam naskah pengantar lambing daerah Batang menyebutkan, bahwa berdasarkan Sapta Parwa karya Mohamad Yamin dengan berita Tionghoa yang berhasil ia kutip lengkap dengan fragmen petanya, ia menyebutkan bahwa nama Batang telah dikenal sejak orang-orang Tionghoa banyak berguru agama Budha ke Sriwijaya. Batang ini dikenal dengan nama Batan sebagai kota pelabuhan sejaman dengan Pemaleng (Pemalang) dan Tema (Demak).


NAMA            : Abdul Mukhlis
NIM                : A310110063
KELAS           : II B


Nama Ahli       : Indirawati Zahid dan Mardian Shah Omar
Tahun terbit     : 2006
Judul buku      : FONETIK DAN FONOLOGI
Kota terbit       : Kuala Lumpur
Penerbit           : PTS Professional Publishing Sdn. Bhd.


Definisi Fonetik :
“Fonetik adalah kajian mengenai bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh manusia”.