“Mujahidin: Bangkit dari Kebangkrutan”
Di
tengah terik mentari siang hari, pria paruh baya berperawakan tinggi sedang
membereskan tumpukkan kandang ayam di salah satu pojok kios Pasar Batang, Jawa
Tengah. Wajahnya sumringah seperti tanpa ada rasa lelah. Tangannya cekatan
memindahkan kandang-kandang ayam yang jumlahnya puluhan. Kemeja lengan pendek
berwarna biru dan celana hitam yang dikenakan menambah kesan wibawa pada diri
pria itu.
Pria
paruh baya itu bernama Mujahidin (50), ia adalah seorang wiraswasta. Berkat
kegigihan usahanya dalam beternak ayam, kini ia mampu merasakan hasil jerih
payahnya. Usaha yang dirintis sejak 23 tahun silam itu sekarang makin besar dan
menjanjikan. Tak pelak jika kini ia mampu membuka kios sendiri dan membuka
lapangan pekerjaan bagi orang lain. Bahkan, dari hasil usahanya itu ia mampu
mengantarkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan perguruan tinggi.
Ditemui
di tempat usahanya, Minggu (11/5), bapak tiga anak ini mulai mengisahkan awal
mula ia berkecimpung di dunia ternak ayam yang digelutinya. Ia menuturkan,
bahwa hasil yang didapatkannya saat ini tidak semudah seperti apa yang
dipikirkan oleh orang-orang. Berbagai rintangan selalu menghadang ketika ia
mulai merintis usahanya, mulai dari cemoohan, remehan, dan kebangkrutan pernah
dirasakannya. Namun, semangatnya untuk terus berwirausaha membuat ia tak pernah
surut dalam menghadapi rintangan itu.
Pria
yang hanya lulusan SMP ini mengatakan, jiwa wirausahanya memang telah dipupuk
sejak kecil. Ia sangat prihatin dengan kondisi ekonomi keluarganya pada waktu
itu. “Bapak saya sudah meninggal sejak saya berumur 7 tahun. Ibu saya cuma
jualan kerupuk di pasar. Terus saya bantu-bantu ibu ngeteri (mendistribusikan) krupuk di warung-warung dekat tempat
tinggal saya. Barulah saat masuk SMP saya mulai usaha kecil-kecilan jualan rokok
di depan RS. Siti Khodijah Pekalongan”. Ungkapnya dengan penuh semangat.
Setelah
lulus SMP, pria yang punya hobi memasak ini tidak melanjutkan ke jenjang SMA
karena keterbatasan biaya. Sehingga akhirnya ia memutuskan merantau ke Bandung
untuk berjualan tas di pusat penjualan oleh-oleh kota tersebut. Setelah
mendapat cukup modal dari berjualan tas, ia bersama dengan teman karibnya
bernama Yanto (53) pergi ke Jakarta. Kali ini usaha yang dijajakinya adalah
memproduksi dan berjualan tempe. Namun, usaha tersebut hanya mampu bertahan
selama 5 bulan saja, selebihnya ia dan temannya mengalami kebangkrutan.
Dengan
segala rasa kecewa yang menyelimutinya, Mujahidin terpaksa pulang ke kampung
halamannya. Rasa malu dan hampir putus asa sempat ia rasakan setelah beberapa
bulan berada di rumah. Kondisi ekonomi yang tak kunjung membaik dan berbagai
kegagalan usahanya membuatnya banyak merenung dan berpikir ulang kembali
tentang masa depannya. Di sela-sela renungannya itu, terlintas di dalam
benaknya untuk beternak ayam. Inilah awal mula Mujahidin menekuni usaha ternak
ayam.
“Awalnya
modal saya cuma sepeda onthel peninggalan almarhum bapak saya. Kemudian saya
bekerja pada seorang keturunan Cina bernama Babaho untuk menjualkan
ayam-ayamnya keliling dari kampung ke kampung, terus saya dapat upah sekaligus
diberi ayam satu pasang yang akhirnya saya ternakkan sendiri. Setelah bekerja
cukup lama pada Babaho, kemalangan kembali saya temui. Usaha ayam yang
dijalankan Babaho mengalami kebangkrutan. Walhasil, saya tidak bisa bekerja di
sana lagi.” Tutur Mujahidin dengan sedikit kecewa.
Dari
ayam pemberian mantan majikannya itulah Mujahidin mulai menapaki sendiri usaha
ternak dan jual ayam. Sistem usaha yang dijalankan pun hampir sama ketika ia
masih bekerja untuk orang lain. Hanya saja, kini ia menjual ayam miliknya
sendiri. Keuntungan yang didapatkannya bisa dikatakan cukup untuk kehidupan
sehari-harinya. Hingga akhirnya ia dapat menikahi istrinya dengan uang hasil
usahanya sendiri.
Dalam
perjalanannya hingga sampai sukses seperti saat ini, sudah banyak rintangan
yang dihadapi seperti pada awal ia memulai usaha. Namun, berkat kegigihannya
dalam berusaha dan sifat pantang menyerah yang dimilikinya, masalah-masalah itu
dapat diselesaikan dengan baik. Hal inilah yang selalu ditularkan pada ketiga
anaknya dan para pekerjanya, menurutnya dengan kegigihan yang dimiliki oleh
setiap orang, jika dikehendaki Tuhan maka akan menghasilkan sebuah kesuksesan.