"Berbagi dengan Sesama, Meskipun Hanya Bisa Memberi Sedikit"

Minggu, 23 Maret 2014

Politik Kampung

Bicara masalah politik di tahun politik emang gak akan pernah ada habisnya. Ngomong-ngomong masalah itu, saya pernah nih iseng-iseng nulis politik di kampung saya yang saya posting di kompasiana. Awalnya sih, itu cuma opini saya saja, namun lambat laun opini itu berubah jadi fakta.

Politisasi Tempat Ibadah dalam Bulan Suci Ramadhan
Beginilah kalau ibadah dipolitisasi. Umat yang menginginkan ketenangan dalam beribadah akhirnya merasa terganggu. Ada yang merasa tertarik, disentil, tersinggung, bahkan sakit hati. Lebih jauh dari itu, sejatinya umat hanya butuh ketenangan, kenyamanan sekaligus pencerahan hati di bulan suci Ramadhan ini. Akan tetapi, politisasi ibadah yang dilakukan sekelompok orang ini tidak bisa dihindari. Memang hal tersebut belum bisa terbukti secara gamblang. Dalam hal ini, MUI diwakili oleh Sekretaris Komisi Fatwa Asrorun Niam menyatakan “Masjid dan tempat ibadah bisa menjadi sumber inspirasi dalam berpolitik. Tapi tidak mempolitisasi masjid dan tempat ibadah untuk kepentingan politik sesaat.” Lihat http://news.detik.com/read/2013/07/10/160743/2298271/10/mui-imbau-jangan-sampai-ada-politisasi-masjid-saat-ramadan. Sebelumnya, umat atau warga merasa tenang dalam menjalankan ibadah suci umat Islam yang dilaksanakan setahun sekali ini. Tetapi, setelah datangnya sekelompok orang yang menguasai dan mengganti kepengurusan tempat ibadah (mushalla), yang diindikasikan berbau politik ini warga jadi punya penilaian yang berbeda. Pasalnya, kepengurusan yang terpilih 75% berasal dari kelompok yang mengusung kepentingan politik tersebut, sisanya adalah pengurus lama yang memang sudah mengurus mushalla itu sejak lama.
Mengingat tahun depan adalah tahun akan dilaksanakannya pemilu, para calon wakil rakyat yang telah menyelesaikan verifikasi mulai pasang badan guna memantapkan langkah berikutnya pada saat pemilihan tiba. Salah satunya adalah dengan terjun ke rumah ibadah (mushalla). Hal ini terjadi di tempat tinggal saya, dimana ada seseorang yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat dari partai XXX, mulai bekerja untuk menarik simpati masyarakat sekitar agar dirinya lebih dikenal. Lebih jauh dari itu, pangkal atau ujung dari tujuan calon wakil rakyat itu adalah agar masyarakat sekitar memilihnya. Sungguh, ironis yang tak terkira di benak kita! Bulan Ramadhan yang sangat suci dan senantiasa dinanti-nantikan oleh umat muslim seluruh dunia menjadi rusak citra dan substansinya. Padahal, apabila kembali ke pokok persoalan awal bahwa sejatinya umat hanya butuh ketenangan, kenyamanan sekaligus pencerahan hati di bulan suci Ramadhan ini.
Dari apa yang sudah saya tangkap, saya dapat mengerti apa yang dirasakan oleh para warga masyarakat ini. Politik yang masuk dalam praktik keagamaan yang dilakukan oleh sekelompok orang itu dirasa mengubah tatanan praktik keagamaan mereka sehari-hari. Saya tidak perlu menjelaskannya lebih jauh, karena hal ini akan membuat sentimen salah satu pihak atau golongan. Di samping itu, sekelompok orang yang membawa idealisme kelompoknya masing-masing tersebut menurut para warga masyarakat adalah sesuatu yang baru bagi mereka. Jika ditinjau dari kacamata politik demokrasi, cara semacam ini disebut pemaksaan idealisme. Padahal, setiap orang punya pandangan atau idealismenya sendiri tentang politik dalam kehidupannya.
Komunikasi di luar Tempat Ibadah
Dalam hal ini, kita sepatutnya senantiasa mencontoh Rasulullah SAW yang sudah memberikan pelajaran kepada kita mengenai cara berpolitik yang sesuai dengan aturan Allah SWT. Rasulullah SAW dalam berpolitik selalu menggunakan cara yang santun, berakhlak, dan menjunjung tinggi persaudaraan dan persatuan umat. Hal ini hendaknya dicontoh oleh para calon wakil rakyat yang mengaku sebagai umat dan pengikut nabi Muhammad SAW. Bukan hanya jargon yang menjadi identitas kelompok tersebut semata.
Cara santun yang hendaknya dilakukan oleh kelompok tersebut adalah dengan menerima segala kritik atau saran yang membangun. Di samping itu juga menghargai perbedaan pendapat yang diusulkan oleh orang lain di luar kelompoknya, bukan malah menolak serta menyalahkan atau meremehkan. Cara kedua adalah berakhlak, akhlak adalah tingkah laku yang dimiliki oleh manusia. Akhlak para politisi hendaknya berakhlak baik (karimah). Hal ini dilakukan untuk menjaga perasaan warga atau masyarakat lain, bisa dilakukan dengan cara menghormati warga atau masyarakat tersebut, bukan malah besikap acuh ketika berpapasan di jalan. Terakhir, menjunjung tinggi persaudaraan dan persatuan umat (ukhuwah). Rasulullah Muhammad SAW adalah orang yang senantiasa menjaga tali persaudaraan dan persatuan dengan umatnya. Hal ini menjadi sentilan dan peringatan bagi orang yang memiliki idealisme pribadi dan merasa kelompoknya paling benar sendiri agar senantiasa menjaga ukhuwah terhadap umat dan warga masyarakat yang memiliki pandangan berbeda. Ketiga cara atau solusi tersebut sangatlah bijak, dan lebih bijak lagi apabila dilakukan di luar tempat ibadah tersebut. Sehingga umat atau warga masyarakat dapat beribadah dengan khusyu’ di dalam suci Ramadhan ini tanpa dibayangi oleh intrik politik yang dilakukan oleh orang-orang tertentu. Waallahu’alam bisshowab….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar