"Berbagi dengan Sesama, Meskipun Hanya Bisa Memberi Sedikit"

Sabtu, 22 Maret 2014

Aku, Buku, dan Sosok Soe

   Bulan ini adalah bulan kedua di tahun 2014. Sebelum terlalu jauh aku menodaimu, ijinkanlah segenap hatiku untuk memohon maaf kepadamu, wahai buku. Maafkan aku yang telah lama tak menyentuhmu, mencumbuimu, dan menodaimu dengan goresan huruf demi huruf, kata demi kata, frasa demi frasa, klausa demi klausa, kalimat demi kalimat serta paragraf demi paragraf. Sekali lagi, kusampaikan permohonan maafku ini kepadamu, wahai buku.
    Perlu engkau tahu, wahai buku. Akhir-akhir ini aku lebih senang menjadi batu. Diam, ajeg, dan asyik dengan duniaku sendiri. Aku berdekatan dengan musik dalam kejauhan kita. Aku berkenalan dengan sandiwara lewat dunia drama. Dan aku menjauhimu karena waktu. Namun, aku tak pernah meninggalkan saudara dekatmu, wahai buku. Aku senantiasa mengencani kata-kata, frasa, klausa, kalimat dan paragraf lewat membaca.
     Perkara itu semua adalah hal baru dalam hidupku, wahai buku. Aku mengakui, perkara-perkara itu cukup memikat hatiku dan membuat diriku terlena hingga aku meninggalkanmu. Namun engkau janganlah bersedih. Ketahuilah, tak ada yang lebih mengasyikkan selain dirimu, wahai buku. Percayalah...
      Engkau bisa lihat pada detik ini, aku kembali lagi mencarimu, menemuimu, dan menggaulimu malam ini. Aku begitu membutuhkanmu, wahai buku. Banyak perkara lain yang ingin kugoreskan padamu. Aku tak kuat menahan perkara-perkara ini di kepalaku sendiri. Aku ingin berbagi perkara ini denganmu, wahai buku.
       Perkara pertama yang ingin kubagi denganmu adalah mengenai inspirator baruku, "Soe Hok Gie". Ya, dialah yang menjadikanku keranjingan terhadap huruf, kata, frasa, klausa, kalimat juga paragraf. Dia pula yang mengajariku untuk menggaulimu lewat tulisan-tulisan jelekku ini.
       Aku mengenal Soe (panggilan Soe Hok Gie) secara tak sengaja. Waktu itu aku memutar mp3 milik temanku, dan aku mendapati puisi Soe yang berjudul "Cinta" dan "Mati Muda". Aku begitu terkesan dibuatnya. Barisan lirik yang mengiris hatiku, mampu disembuhkan lewat ending puisi yang ditulisnya.
        Setelah kejadian itu, aku selalu penasaran terhadap sosok Soe. Aku banyak mencari informasi tentang Soe. Aku tangkap semua info itu dalam memori otakku. Aku sungguh tertegun pada sosok Soe ini. Sosok muda penuh semangat, independen, dan idealis walaupun terkadang pesimis.
       Semua itu aku dapati setelah aku membaca buku hariannya yang berhasil diterbitkan oleh kerabatnya. Buku harian milik Soe berjudul "Catatan Seorang Demonstran". Kedengarannya begitu bengis di telinga orang-orang awam. Namun merupakan hal biasa bagi diriku dan para teman-teman aktivis mahasiswa.
       Catatan Seorang Demonstran mampu membuka mata dan cakrawala pemikiranku. Soe begitu lantang dan vokal mengutarakan kata hatinya. Soe juga tak pernah gentar menghadapi pasukan baju loreng yang merupakan jongos-jongos pemerintah Orde Lama. satu hal lagi yang membuatku kagum pada sosok Soe. Dia mampu berdiri di tengah-tengah kubu yang saling bersitegang, waktu itu ormawa H*I vs P***I. Soe melakukan hal itu atas dua dasar, yaitu keinginan hilangnya diskriminasi dan enyahnya penyakit SARA yang selalu menjangkiti setiap bangsa, tak terkecuali bangsa ini.
       Soe benar-benar sosok pemuda harapan kaum kritisme waktu itu, tapi di sisi lain di juga jadi bumerang bagi kaum tua yang berlaku semena-mena. Soe berjuang melawan ketidakadilan yang dilakukan pemerintah tiran. Atas sebab itu, Soe dianggap berbahaya oleh mereka.
       Sisi lain dari sosok Soe yang aku ketahui adalah kecitaannya terhadap alam. Alam yang mengajarkan Soe menjadi kuat. Alam juga mengajari Soe setia dan puitis dalam tiap lirik yang ditulisnya. Lalu alam pula yang menjadikan Soe bergairah dalam menyuarakan keadilan atas penindasan.
       Perkara itu yang aku ingin bagi denganmu, wahai buku. Kini, aku telah membaginya denganmu, menodaimu lewat untaian kata yang menjelaskan perkara inspiratorku, Soe Hok Gie. Lain waktu, aku akan kembali lagi mengencanimu, menjamahmu, dan menodaimu lewat goresan-goresan pena milikku ini, wahai buku.

3/2/2014
20:30 WIB

5 komentar: